Wednesday, January 4, 2012

Presiden SBY  Pesan Khusus Tari Puspa Hredaya Ciptaan Seniman Karangasem
 Amlapura (Bisnis Bali) - Salah satu kreasi seni Karangasem yakni tari puspa hredaya tampil di istana negara serangkaian acara resepsi Hut ke-66 Proklamasi RI . Bahkan Presiden SBY seperti diutarakan Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, SH sebelum bertolak ke Jakarta usai Apel bendera detik-detik proklamasi di Amlapura (17/8) kemarin, menyebut presiden berpesan untuk bisa menampilkan tari Puspa Hredaya ciptaan seniman asli Karangasem Ni Made Kinten, S.Pd dengan penata Tabuh I Gusti Ngurah Padang, S.SKar,  saat momen acara resepsi kenegaraan peringatan Hut Proklamasi 2011,  yang dihadiri tamu negara para duta besar dan perwakilan negara sahabat.  
‘'Presiden tertarik dengan tarian tersebut saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Karangasem awal Desember tahun lalu ketika meresmikan pusat pembenihan induk udang paname di brodstock udang, Bugbug,''ungkapnya.
Tim kesenian yang diberangkatkan ke Jakarta  berjumlah 50 orang termasuk penabuh dari sekaa gong Yowana Gita Sasmita, Tianyar, Kubu berikut penari dan rombongan lainnya. Geredeg yang didampingi Sekda Drs. I Nengah Sudarsa, M.Si merasa bangga karena Kepala Negara menghargai karya seni seniman Karangasem yang berhasil menciptakan Tari Puspa Hredaya sebagai tarian pembuka untuk persembahan kepada tamu yang datang.
‘'Menyukseskan acara resepsi kenegaraan merupakan kebanggaan tersendiri baik bagi seniman maupun membawa nama harum daerah Karangasem, sekaligus dapat menjadi ajang promosi terhadap potensi kesenian Karangasem dikalangan Dubes dan Perwakilan negara sahabat sehingga ke depan tidak menutup kemungkinan kesenian Karangasem memperoleh kesempatan pentas di manca negara yang sekaligus pula sebagai ajang promosi pariwisata,''sambungnya.
Ni Made Kinten, S.Pd selaku pencipta tari, tahun ini juga meraih medali emas sebagai pemenang Lomba Instruktur Tari pada Jamnas Pendidik Tenaga Kependidikan  - Pendidikan Usia Dini Non Formal dan Informal  (PTK-PAUDNI) yang dihelat di Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang berhasil menciptakan tari kreatif Puspa Hredaya dan menyebarluaskan melalui Sanggar Mini Artis yang diasuhnya sejak tahun 1996 dibantu putranya I Gede Gusman Adi Gunawan.(rah)

Sanggar Miniarthi's no. 1 di karangasem,mau bukti,,,?

SANGGAR MINI ARTIS UKIR PRESTASI GEBRAK PEMENTASAN TARI PENDET MASSAL IBU-IBU SISWA

E-mail Print PDF
Sanggar Mini Artis Kabupaten Karangasem yang telah sukses mengukir prestasi dan mengangkat citra kearifan lokal potensi seni Karangasem dengan menjadi duta seni Bali di Istana Negara dan meraih Medali Emas pada  Jambore PTK PAUDNI tingkat nasional beberapa waktu lalu, kini kembali melakukan gebrakan dengan menggelar pementasan Tari Pendet Massal diikuti para Ibu-Ibu siswa –siswi pengikut sanggar di Taman Ujung Karagasem (28-12-2011).  Kegiatan pementasan yang disinkrunkan dengan peringatam Ulang Tahun Sanggar Mini Artis ke 16 dan ujian kenaikan tingkat dari siswa – siswi pengikut sanggar, mendapat apresiasi dari masyarakat dan beberapa wisatawan yang tengah berkunjung di Taman Ujung. Selain mementaskan Tari Pendet Masal yang diikuti 75 orang Ibu Ibu anak didik sanggar juga dipetaskan dolanan anak Hula Hup dengan diiringi Sekaa Gong Anak-Anak hasil binaan sanggar  Mini Artis.
Pengasuh Sanggar Mini Artis Ni Made Kinten, S.Pd didampingi peƱata tari /koreografer I Gede Gusman Adi Gunawan, mengatakan,   pementasan  kesenian khusus melibatkan para Ibu – Ibu anak didik sanggar tahun ini,  bertujuan untuk membumikan rasa seni dikalangan masyarakat, agar berkesenian bukan hanya aktif dilakukan anak-anak sanggar tetapi perlu diinspirasikan dikalangan Ibu-Ibu sehingga dalam keluarga kesenian benar-benar berkembang. Dikatakan,  kehidupan tanpa seni akan terasa hambar karena seni itu adalah estetika kehidupan sehingga membuat hidup itu penuh   vitalitas dan menimbulkan gairah keindahan.

Sedangkan dipilihya Tari Pendet adalah untuk membuktikan bahwa Tari Pendet memang merupakan hak cipta dan lahir di Bali merupakan kesenian khas dan milik masyarakat Bali, sehingga tidak lagi diklaim  oleh negara lain. Oleh karena itu, Tari Pendet harus sering dipentaskan dalam berbagai event sehingga masyarakat mengenal itu seni tari berasal dari Bali.

Terkait dengan ujian kenaikan tingkat dasar maupun madya  diikuti sekitar 200 anak dipentaskan berbagai tarian antara lain Tari Panyembrama, Tari Gabor, Tari Puspanjali, Tari Wirayudha, Tari Condong, Tari Legong Keraton,  Baris, Manuk Rawa dsb. Dalam ujian tersebut sekaligus dilombakan dan diberikan penghargaan serta  hadiah berupa tropy terbuat dari ukiran kayu. Sanggar Mini Artis mengemban misi mencetak kaderisasi insan-insan seni dalam melestarikan warisan seni budaya Bali sebagai salah satu wujud benteng mengajegkan Bali itu sendiri melalui kiprah sanggar Mini Artis. 

Keberhasilan lain sanggar adalah menciptakan tari pembukaan Puspa Hredaya yang kini menjadi ikon seni tari Karangasem. Tarian Puspa Hredaya mengandung makna  mempersembahkan bunga dengan hati tulus hening yang paling dalam untuk menyambut tamu sebagai  salam selamat datang. Tarian yang ditarikan 8 orang itu terdiri 4 laki-laki dan 4 perempuan berhasil menjadi juara Tari Pembukaan Propinsi Bali tahun 1998. Diantara karya-karyanya yang cukup kreatif dan artistikantara lain Tari Pring Angunang Hati, Ngulah Mrana, Tari Kembang Girang, I Luh Munte serta sejumlah garapan Fragmentari yang ditampailkan pada berbagai event. Karya fragmentari terakhirnya Tari Perang Pandan dan banyak dolanan anak dibuat setiap tahun bahkan berhasil menjadi sajian vavorite di ajang PKB 2011.

Ribuan anak-anaknya sejak dulu kini sudah banyak yang sukses dan bermanfaat bagi institusi maupun pribadinya dalam mengenal seni Bali yang adi luhung. Dengan dibantu 6 seniman tari pelatih sanggar,  Ni Made Kinten kini dibantu putranya I Made Gusman Adi Gunawan menambah eksis Sanggar Mini Artis mendapat kepercayaan menggarap berbagai pagelaran dan even seni. Seni budaya Bali sebagai warisan adi luhung harus terus digali dan dikembangkan untuk melestarikannya sesuai dengan perkembangan zaman.

Pesta Kesenian Bali

REP | 13 June 2011 | 06:25 119 1 Nihil

1307920869196953740Tahun ini buat ke 33 kalinya Bali berpesta. Mereka memestakan seni adiluhung warisan leluhur. Menggali kesenian baru hasil kreasi seniman yang hidup dan lahir di Bali. Juga mementaskan kesenian lain dari seluruh antero dunia. Ada yang dari Amerika, Jepang, Korea, China, Australia. Sebuah idea cemerlang warisan Gubernur Bali ke 3 yang memerintah Bali antara tahun 78-88. Setahun memeringah Prof Ida Bagus Mantra menggagas kesenian Bali pertama. Hanya ada sekitar 5000 seniman kala itu yang terlibat. Panggung juga hanya ada 2 yakni Ardha Candra dan wantilan.
Sekarang ini setelah 33 kali penyelenggaraan peserta yang ikut berpartisipasi mencapai 15.000 orang. Panggung juga berjumlah lebih banyak, ada Ksirarnawa, 3 panggung tertaring, Ardha Candra yang menampung 10.000 penonton masih tetap megah. Kemajuan tentu, apalagi untuk pertama kalinya tahun ini arena pesta kesenian yang biasanya sesak dengan pengasong bisa disteril. Kita tak menemukan satupun pengasong menawarkan barang macam minuman ringan, kalung plastik palsu ditengah kesibukan menikmati kesenian adiluhung. Tapi yang masih terasa menohok pandang adalah suasana pesta kesenian Bali yang dijejali pedagang barang kelontong musiman. Begitu memarkir kendaraan entah di bagian selatan atau dibagian utara kompleks art centre yang berlokasi di Abiankapas itu kita disambut oleh jejalan dagang gorengan. Seakan mereka menawarkan kehangatan untuk sekedar membeli satu bungkus atau dua bungkus tahu goreng, pisang goreng, toge goreng, ayam goreng, yang berkulit renyah dan agak manis. “Sampai sekarang saya belum mahfum hubungan antara dagang gorengan dengan pesta kesenian Bali, ini yang tetap monoton dari tahun ketahun,” ungkap Wayan Wendra, 55 tahun pengunjung dari Sanur Bali.
Dia termasuk yang ngefans berat terhadap pesta kesenian Bali. Dan Wendra tak sendiri, ribuan orang merasakan hal yang sama. Mereka harus tersuruk suruk berdesakan dengan sesama pengunjung diantara jejalan barang macam sepatu, daster, tas pinggang atau kalung mutiara palsu yang dipajang seenak udel di gang gang sempit sumpek sepanjang jalan masuk. Di banyak panggung pengunjung yang sudah penat berjibaku dengan pedagang barang kelontong itu belumlah langsung bisa menikmati aneka macam kesenian yang digelar. Masih harus bersiap-siap untuk berjibaku untuk kedua kalinya.13079209631354928265 Di panggung tetaring yang hanya beratap rajutan daun kelapa itu kita mesti saling intip dengan penonton lain. Hanya sekitar 300 orang yang mendapat kesempatan untuk duduk. Yang lainnya mesti berdiri. Aneka kesenian hasil galian seniman seluruh Indonesia ditampilkan. Ada tarian Papua, Dayak, Padang, Sunda, Bugis, Sasak, Sumba yang pernah ditampilkan di arena pesta kesenian Bali. Ini untuk pesta di siang hari. Karena pengunjung kebanyakan anak sekolah yang sedang liburan ditemani orang tuanya. Sedangkan malam hari pertunjukannya lebih kolosal, ada pergelaran sendratari, lomba gong kebyar atau pertunjukan arja dan pementasan seni dari manca negara.
Begitu yang tercetak di brosur atau dipajang dengan megah di website resminya. Bila pada pesta kesenian awal tahun 80an itu dana yang dihabiskan untuk penyelenggaraan hanya sekitar Rp 200 juta. Kini dananya konon membengkak mencapai belasan milyar. Masih tetap wajar. Karena tahun 81 harga semangkuk bakso di sekitar arena pesta masihlah Rp 500 permangkok, tahun 2011 harganya mencapai Rp 50.000 sepuluh mangkuknya. Pesta kesenian Bali akhirnya terkesan begitu mahal karena pedagang makanan dan minuman juga harus merogoh kocek cukup dalam untuk menyewa kiosk. “Dan itu juga belum tentu untung, karena penataan tempat jualan yang tidak beraturan, ada dagang peralatan spa bersebelahan dengan lukisan atau peralatan upacara agama,” ujar Ktut Santi, 32 tahun pedagang dari Mengwi Bali.
Ada tambahan lagi yakni hilangnya pementasan drama gong yang termasuk kolosan selain sendratari. Konon karena pemainnya sudah uzur tanpa regenerasi. Bisa juga penonton tidak tertarik lagi menonton pertunjukan yang beringsut seputar sejarah masa lalu. Mereka lebih tertarik menyaksikan lawakan dalam pertunjukan bondres yang tak perlu perenungan. Juga tidak ada lomba busana adat atau lomba masak nasi goreng. Yang ada lomba memasak makanan tradisional yang ditata layaknya penataan jamuan kenegaraan. Penontonpun bila masa lampau adalah mereka yang benar benar ingin mengapresiasi pertunjukan, sekarang ini hanya berkerumun saling longok kemudian ngeloyor pergi. Bau gorengan, bakso dan tempe penyet lebih mengundang hidung ketimbang memanjakan mata untuk menikmati pementasan. “Yang dipertontonkan juga tak ada yang baru, dari tahun ketahun tetap saja joged bumbung, arja, dagelan dan sejenisnya,” ungkap Nyoman Berata, 65 tahun penonton asal Gianyar.
Sebagai arena untuk mengisi liburan yang murah bahkan terkesan gratisan, pesta kesenian Bali memang cucok. 13079210211956372547Tapi idea cemerlang Prof Mantra yang menginginkan adanya inovasi dan gairah berkesenian di kalangan seluruh rakyat Bali masih belum mencapai tujuannya. Kita masih sering menemukan seniman yang untuk sekedar mendapatkan beberapa dollar untuk pentas di hotel berbintang di Nusa Dua, harus berjibaku naik truk sejauh ratusan kilometer. Seperti dialami seniman jegog dari Jembrana yang akan mentas di hotel Bali Mirage Nusa Dua. Mereka berdiri di truk pengangkut pasir sepanjang jalan Negara Denpasar tanpa atap, jadi mesti kepanasan dalam sengatan mentari dan kehujanan disaat yang lain. Pesta kesenian itu bukan untuk mereka.